Jumat, 07 Desember 2018

Petaka ‘Kamar Asmara’ Sukamiskin

MASYARAKAT dihebohkan dengan terungkapnya bisnis “Kamar Asmara” di Lapas Sukamiskin. Hal ini terungkap dalam sidang perdana kasus suap mantan Kalapas Sukamiskin Bandung Wahid Husen, Rabu (5/12) lalu.  Seperti apa keberadaan kamar birahi itu, dan bagaimana kondisi dan suasana di dalam penjara para koruptor itu?
Foto:istimewa
Kamar Asmara itu digunakan para napi koruptor untuk menyalurkan hajat mereka terhadap istri atau pasangannya. Kebutuhan birahi itu ternyata mengundang naluri bisnis Fahmi Darmawansyah salah seorang napi koruptor kasus suap Badan Keamanan Laut.
Fahmi hadir bersama dua napi lainnya yaitu Tubagus Chaeri Wardhana alias Wawan, Fuad Amin Imron, dalam sidang perdana kasus Suap Kalapas, di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Rabu (5/12).
Dalam sidang itu, Fahmi, suami dari artis Inneke Koesherawati itu terungkap ternyata bukan hanya memberikan uang dan barang, tetapi juga memiliki bisnis di dalam Lapas Sukamiskin.
Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum KPK Trimulyono Hendradi mengatakan, Fahmi diperbolehkan membangun saung dan kebun herbal di dalam lapas. Sekiranya saung yang dikenal sebagai 'bilik asmara' berukuran 2x3 meter itu dilengkapi tempat tidur.
"Saung itu untuk keperluan melakukan hubungan badan suami istri," kata Trimulyono di ruang sidang PN Bandung, Rabu (5/12).
Bukannya dipergunakan oleh Fahmi saat dikunjungi istrinya Inneke, melainkan disewakan kepada warga binaan Lapas Sukamiskin Bandung dengan tarif Rp 650 ribu per malam.
"(Saung) baik dipergunakan Fahmi saat dikunjungi istrinya maupun disewakan kepada warga binaan. Sehingga Fahmi mendapat keuntungan yang dikelola oleh Andri Rahmat (narapidana dan asisten pribadi Fahmi)," tuturnya.
Terkait keberadaan Kamar Asmara dan Situasi di LP Sukamiskin, Wartawan Jawa Pos Agus Dwi Prasetyo, akhir Juli 2018 lalu sempat menyambangi Lapas itu. sebelum KPK melakukan  Operasi Tangkap Tangan yang menyeret mantan Kepala Lapas Sukamiskin, Wahid Husein,
Dalam laporannya sebagaimana dikutip dari Jawa Pos.com, Agus melaporkan adanya sejumlah fasilitas wah bisa mereka dapatkan di sana. Ada bungalo dan saung, taman indah, sampai kolam pancing. Termasuk keberadaan bilik asmara yang kini heboh. Berikut laporannya;
"HP dibawa saja, 'aman' kok!" celetuk rekan saya sebelum masuk pintu utama Lapas Sukamiskin Pintu itu berukuran besar. Dicat merah. Akses keluar masuk satu-satunya bagi pengunjung. "Oh, boleh ya HP dibawa masuk?" tanya saya memastikan. "Boleh, taruh di kantong belakang saja," kata teman saya.
Kami pun masuk ke lapas. Lewat pintu kecil yang posisinya di sisi tengah bawah pintu besar itu. Petugas lapas menyambut kami dengan raut wajah ditekuk. Tanpa basa-basi, dia lalu meminta kami menitipkan tas yang kami bawa. Tidak ada pemeriksaan saat itu. HP di saku celana saya yang secara kasatmata tampak menonjol pun tak menarik perhatian petugas.
Itu merupakan kunjungan pertama saya di Lapas Sukamiskin, 17 Juli 2017. Saya "nebeng" rekan saya yang mengunjungi salah seorang terpidana korupsi. Seorang mantan kepala daerah. Kasusnya diusut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2014. Kami masuk pukul 14.10. Itu merupakan waktu di luar jam besuk. Normalnya, pengunjung hanya bisa masuk pukul 09.00 sampai 11.00.
Setelah masuk tanpa pemeriksaan ketat, kami lantas menuju deretan saung bambu di tengah area lapas. Jumlahnya puluhan. Dikelilingi pagar keamanan berukuran tinggi.
Kesan eksklusif sangat terlihat di area itu. Sebab, bukan hanya kursi dan meja, di dalam saung juga tersedia berbagai perkakas rumah tangga. Misalnya, kompor, dispenser, gelas, piring, panci, dan penggorengan. Para napi korupsi biasanya menyuruh tahanan pendamping (tamping) untuk memasak makanan atau sekadar menyeduh kopi dan teh.
"Kami kerja untuk membantu lapas, dinas. Itu aturan di sini (Sukamiskin) wajib. Jam 12.00 atau 12.30 baru ke sini (bungalo membantu napi korupsi, Red)," ungkap salah seorang tamping kepada Jawa Pos. Tamping itu umumnya adalah napi kasus pidana umum (pidum) di Sukamiskin. Ada puluhan napi pidum di lapas itu. Mayoritas "dipekerjakan" sebagai pembantu napi korupsi kelas elite.
Bukan itu saja. Di kompleks tersebut juga terdapat fasilitas lain yang lebih privat. Dan bikin setiap orang yang mengetahuinya bakal mengernyitkan dahi. Yakni, bilik asmara. Ruang itu khusus bagi pasangan suami istri. Penghuni lapas menyebutnya ruang eksekusi. Yang cukup menggelikan, di bagian muka pintu ruang tersebut justru dipasang plang kecil bertulisan GUDANG.
"Ya, sebetulnya sih itu kembali ke kita. (Kamar eksekusi bisa dipakai) dengan catatan untuk yang (sudah) nikah," papar tamping kelahiran Bandung tersebut.
Saya pun penasaran. Dan diam-diam menyelidiki GUDANG tersebut. Bilik asmara itu selalu tertutup dan terkunci. Kamar berukuran kecil tersebut bersebelahan dengan toilet khusus pengunjung atau napi lapas yang bersantai di area saung. Saat saya berada di dekat kamar itu, terdengar samar-samar suara lenguhan laki-laki dan perempuan. Napas mereka berkejaran.
Tidak lama menunggu, seorang perempuan berjilbab terlihat muncul dari dalam ruang eksekusi itu. Disusul sesosok pria yang tak asing. Yakni, mantan tokoh elite partai politik yang pernah terjerat kasus korupsi di KPK.
---
Setahun kemudian, saya kembali menyambangi Sukamiskin pada 9 Juli atau 12 hari sebelum KPK melakukan OTT Kepala Lapas Sukamiskin Wahid Husen. Kali ini saya "numpang" rekan saya, saudara seorang napi korupsi alumnus KPK yang baru beberapa bulan lalu dieksekusi ke lapas yang juga dikenal lapas pariwisata itu.
Namun, tidak seperti sebelumnya, kali ini saya mencoba masuk lebih awal, yakni pukul 13.37. Ternyata, di jam itu pemeriksaan masih ketat. Tas dan handphone wajib dititipkan di loker pengunjung. Hanya dompet yang boleh dibawa. Saya pun masuk bersama dua rekan saya tanpa membawa HP.
Tapi, itu hanya sementara. Setiba di dalam area lapas, saya meminta seorang tamping untuk mengambil HP dan tas yang kami titipkan. Dia pun menyanggupinya. Hanya, kami dimintai tip Rp 100 ribu untuk mengambil barang-barang tersebut. Uang itu untuk petugas. HP dan tas pun sampai ke tangan saya dalam hitungan belasan menit.
Saat itu saya tengah menelusuri kabar yang menyebut bahwa mantan Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) diduga kerap keluyuran pasca dieksekusi ke Sukamiskin awal Mei lalu. Kebetulan, bungalo atau bangunan rumah kecil Setnov yang hendak saya tuju berada tidak jauh dari bungalo napi korupsi yang kami sambangi.
Namun, beda dengan sebelumnya, kompleks bungalo yang mayoritas baru dibangun itu berada di area lain di dalam lapas. Jaraknya agak jauh dari pintu masuk pengunjung. Untuk menuju ke sana, pengunjung harus berputar melewati saung di sisi utara blok tahanan. Kemudian, ketika sampai di depan Masjid Al Muslih Sukamiskin, belok ke timur.
Dari kualitas, bungalo di area tersebut lebih elite daripada saung-saung di sisi utara blok penjara. Jumlahnya pun lebih sedikit. Tidak sampai belasan. Jarak setiap bungalo terpaut agak jauh, tidak seperti di area satunya yang dibangun berdekatan. Fasilitas di dalamnya pun lebih mentereng. Selain perkakas dapur, ada sofa empuk plus bantal, kipas angin, hingga lemari pendingin.
Pantauan Jawa Pos, mayoritas bangunan yang mirip fasilitas resor di tempat-tempat wisata alam itu dikuasai napi-napi kelas elite. Dari penuturan sejumlah penghuni lapas, selain Setnov, bungalo berlantai keramik tersebut dihuni mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar dan Direktur Utama (Dirut) PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah (suami Inneke Koesherawati) yang tertangkap tangan KPK kemarin.
Ada pula Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, adik mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah. Fasilitas bungalo yang dipakai Wawan lebih komplet daripada yang lain. Sebab, tidak hanya perkakas rumah tangga, tapi ada juga kolam pancing. Tepat berada di depan bungalo yang dia tempati.   (jawapos)

0 comments: