sumber: istimewa |
Namun Nasdem dan Ridwan Kamil sendiri tentu perlu melakukan komunikasi politik dengan partai lain, untuk menambah 15 kursi, menggenapi syarat pencalonan.
Tidak lama kemudian, PPP (9 kursi) dan PKB (7 kursi) bergabung. Ridwan Kamil pun semakin sumringah ketika DPP Partai Golkar di bawah Setya Novanto mengeluarkan Surat Keputusan mengusungnya sebagai cagub, dengan syarat harus berpasangan dengan Daniel Muttaqien.
Namun ketika angin politik nasional menghempaskan Setnov dari jabatan Ketum Golkar, di bawah Airlangga Hartarto, Golkar mencabut dukungan. Koalisi pun goyah, karena PPP dan PKB berebut posisi cawagub. Ini diperparah dengan sikap Ridwan Kamil sendiri yang dinilai buruk dalam membangun komunikasi politik. Satu saja dari PPP atau PKB keluar dari koalisi, dia akan kehilangan tiket.
Masalah selesai ketika Ridwan Kamil memperbaiki pola komunikasinya di penghujung Desember 2017. Koalisinya kembali solid. Bahkan diperkuat ketika Partai Hanura pun turut bergabung.
Namun manuver Ridwan Kamil tak berhenti di tahun 2017. Tepat tiga hari menginjak tahun 2018, dia mengunjungi kantor DPP PDIP di Jakarta. Ini memunculkan spekulasi bergabungnya PDIP dalam koalisi.
PPP yang sudah mendapat jatah wagub, bereaksi keras. Jika PDIP gabung, PPP akan pamit dari koalisi Ridwan Kamil.
Kisah koalisi Ridwan Kamil selesai dua hari jelang pendaftaran ke KPU. Tanggal 6 Januari, koalisi P.Nasdem-PPP-PKB-Hanura mantap dan bulat mengusung Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum untuk didaftarkan ke KPU. ***
0 comments: