Kamis, 11 Januari 2018

Ada Reuni Pilkada DKI di Pilgub Jabar

DRAMA koalisi partai di Pilgub Jawa Barat sangat menarik. Sosok Deddy Mizwar (Demiz) sebagai wakil gubernur petahana (incumbent) menjadi magnet perhatian tersendiri bagi partai politik. Elektabilitas dan popularitasnya bersaing ketat dengan Ridwan Kamil di berbagai survey yang digelar lembaga konsultan politik.
Pertengahan Juli 2017, Deddy Mizwar telah bertemu dengan para petinggi Partai Gerindra. Tersiar kabar, dia akan diusung partai yang dipimpin Jenderal Prabowo Subianto itu. Lalu, kedekatan Demiz dengan sejumlah tokoh penting di PKS pun membuatnya menjadi sosok yang populer di kalangan kader PKS. Tidak heran jika kemudian muncul wacana koalisi PKS-Gerindra mengusung Deddy Mizwar.
sumber: istimewa
Persoalan muncul ketika Agustus 2017, Ketua DPW Partai Gerindra, Mulyadi, melempar kata ke media massa bahwa partainya belum tentu mengusung “Sang Jenderal Nagabonar”.  Alhasil, komunikasi Demiz dengan Gerindra pun tersendat. Namun Demiz tetap mesra dengan PKS, bahkan dengan percaya diri Demiz mengumumkan Koalisi “Zaman Now” yang berisi PKS-Demokrat-PAN. Jumlah kursi koalisi ini sudah cukup mengusungnya. Bahkan demi itu, Demiz pun rela mengisi formulir kartu tanda anggota dan menjadi kader Partai Demokrat.
“Perseteruan” Demiz dan Gerindra pun akhirnya memanas, dan Prabowo Subianto turun tangan. Di Hambalang, Prabowo mengumpulkan para petinggi partainya dan mengundang petinggi PKS serta PAN. Hasilnya, lahir kesepakatan koalisi nasional antara PKS-PAN-Gerindra, dan bulat mengusung Mayjend (purn) TNI Sudrajat sebagai calon gubernur. Hal ini menyudutkan Demiz dan Koalisi Jaman Now pun dengan sendirinya bubar.
Koalisi PKS-PAN-Gerindra kemudian mengusung paslon Sudrajat-Syaichu. Sudrajat yang kelahiran Sumedang itu adalah pensiunan jenderal bintang dua. Latar belakang jabatan militernya dimulai dari Atase Pertahanan di London dan Washington, Kepala Pusat Penerangan TNI, Dirjen Strategi di Kementerian Pertahanan, hingga Dubes di China.
Sedangkan Syaikhu sendiri, sudah lebih teruji di dunia politik, dan lebih dikenal oleh masyarakat Jabar. Mantan auditor BPKP ini, merintis karir politiknya dari bawah, dari seorang anggota DPRD Bekasi dari PKS di tahun 2004. Syaikhu terpilih sebagai anggota DPRD Jawa Barat di tahun 2009. Karir politik Syaikhu pun semakin meningkat di 2013, ketika terpilih sebagai wakil walikota Bekasi, berpasangan dengan Rahmat Effendi.
Semangat reuni Pilkada DKI ketika koalisi yang sama berhasil menumbangkan incumbet begitu kental menjadi warna koalisi ini.  Hanya saja, ada dua pertanyaan besar menghampiri koalisi ini. Pertama, sosok Sudrajat yang kurang dikenal masyarakat Jabar. Kedua, posisi PAN di koalisi.
Untuk mesin partai, soliditas Gerindra-PKS, dan juga PAN, sudah teruji di Pilkada Jakarta 2017 lalu. Sedangkan untuk Jabar, keberhasilan Aher menjadi gubernur selama dua periode, sedikit banyak karena mesin partai PKS yang efektif.
Gerindra dan PKS selaku peraih suara terbanyak ketiga dan kelima di pemilu legislatif Jawa Barat 2014 lalu, dan ditambah PAN, membuat pasangan calon Sudrajat-Syaikhu memiliki captive market sekitar 27 persen. Sedangkan untuk raihan kursi DPRD Jawa Barat, koalisi tiga partai ini memiliki 27 kursi, melampaui persyaratan minimal 20 kursi.
Sementara posisi PAN di koalisi sampai dengan akhir tahun 2017,  konon masih terdengar ingin mengusung Desy Ratnasari, kadernya sendiri, sebagai calon wakil gubernur Jawa Barat. Bahkan menginjak tahun 2018, Ketum DPP PAN Zulkifli Hasan sempat melempar sinyal “Masih Cinta dengan Deddy Mizwar”.
Namun akhirnya tepat tanggal 8 Januaril, PAN memutuskan tetap berada dalam koalisi reuni, kompak mengusung Sudrajat-Syaichu. ***

0 comments: